KAMMI : Antara Peluang dan Tantangan

Kenapa setiap rapat KAMMI kok yang hadir hanya sedikit dan 4 L (lo lagi lo lagi) ?

Jawab: Ya memang demikian adanya..namun perlu diingat tidak semuanya seperti itu, karena ada juga rapat yang dihadiri oleh banyak kader meski mungkin bukan di tempat kita. Dalam permasalahan tersebut mungkin ada beberapa hal yang perlu diketahui sebabnya, dimana diantaranya adalah kurang sosialisasi baik melalui undangan, sms, tlpn dan yang lainnya; kemudian yang kedua mungkin pola rapat yang dilakukan lebih kepada sistem komando bukan kepada sistem syuro yang lebih mengedepankan masukan pendapat dari smua tanpa adanya dikotomi dikotomi pendapat, tidak jarang memang seorang pemimpin bersikap pesimis terhadap beberapa kader sehingga terkadang masukan dan kritikan dijadikan senjata untuk mendisorsi segala masukannya, yang pada akhirnya semua pendapatnya hanya dijadikan angin lalu meski pendapat itu disadarinya bagus dan bermutu. Hal lain yang mungkin terjadi adalah diakibatkan multi amanah namun yang pasti diantaranya disadari ataupun tidak diantara kita kebanyakan masih belum bisa memenej waktu dengan baik dan benar….sehingga kadang kita merasa orang yang paling sibuk..merasa orang yang paling tidak ada waktu terhadap KAMMI…..merasa paling banyak amanah jabatan yang lain dan sebagainya. Perlu diingat bahwa pada dasarnya waktu itu sama 24 jam dan pada prinsipnya semua aktifitas yang kita lakukan tidak terlepas dari apa yang dinamakan dengan keteraturan dan kepedulian serta pengorbanan yang didalamnya ada sekala prioritas keseimbangan

KAMMI : Antara Peluang dan Tantangan

Akh. Apakah Semua kader KAMMI orang orang Tarbiyah dan harus orang orang Tarbiyah ?

Jawab : Hampir tapi tidak semuanya….. namun yang perlu diingat bahwa Tarbiyah dalam institusi KAMMI adalah sebuah kebutuhan tanpa itu semua maka sangat jarang seorang kader tersebut bisa bertahan didalam institusi KAMMI itu sendiri. Akan tetapi itu bukanlah hal yang muthlak karena pada dasarnya tarbiyah itu sendiri merupakan proses untuk mendewasakan diri dan kesananya mengembangkan diri sesuai dengan fitrah nubuwah. tidak sedikit banyak kader yang bertahan meski dalam kontek tarbiyah ”liqo” ia jarang aktif, namun dalamkontek pengajian dan seringnya kursus keagamaan bersama beberapa kiyai iapun akhirnya terbentuk kedewasaannya meski ada karakter pembawaan yang khas pada dirinya.Hal yang terpenting dalam kontek tarbiyah adalah bagaimana kita bisa mentarbiyah kita baik mentarbiyah seluruh jasad kita semisal menggunakan kaki hanya untuk menuju ridha Allah ataupun mentarbiyah jiwa dan hati kita dengan selalu berhusnudhon dan selalu berdzikir mengingat Allah dimanapun berada. Adapun hal lain yang tidak kalah penting adalah kita mau belajar terhadap kekurangan orang sekitar…..banyak mendoakan saudara saudara kita yang kurang beruntung dan selalu mendo’akan orang-orang yang kita temui selain ucapan salam tentunya.

KAMMI : Antara Peluang dan Tantangan

Akh. kenapa sih kok kader KAMMI pada berguguran setiap tahunnya….?

Ya…itu adalah pertanyaan yang sering datang bertubi-tubi ketelinga staff pengurus, entah itu pengurus KAMMDA maupun pengurus komsat, tidak salah dan bahkan wajar pertanyaan tersebut terlontar namun yang tidak wajar adalah ketika sipenanya akhirnya memilih untuk tidak aktif bahkan mengkritik kinerja pengurus secara membabi buta tanpa tahu duduk substansi permasalahannya. Banyak hal sebenarnya kenapa para kader KAMMI berguguran,ada yang berguguran diawal pasca DM, ada yang di tengah dan bahkan ada yang diakhir (su’ul khotimah).Pertama; adanya mental ketidak siapan untuk berkorban, hal ini adalah problematika yang umum dan memang prosentasinya terbesar dari pada problematika yang lai, ada yang dimaklumi dan ada pula yang tidak dimaklumi. Adapun yang dimaklumi adalah biasanya kader yang tidak mau mengorbankan waktu dan tenaga terhadap KAMMI diantaranya adalah faktor kefahaman keluarga yang sangat minim bahkan tidak memiliki basic keorganisasian dimasa sekolahnya dulu sehingga menganggap berorganisasi adalah kerjaan yang tidak bermanfaat, memboroskan, menyita waktu dll. Namun adapula dikarenakan sikap apriori terhadap gerakan KAMMI dan biasanya kelompok ini adalah orang orang yang sedikit kontradiktif dengan konsepsi gerakan KAMMI.Kedua;kenapa para kader menjadi tidak aktif lebih dikarenakan multi amanah dan biasanya sudah berfropesi baik sebagai pengajar sebuah lembaga/yayasan ataupun sudah bekerja yang menyita waktu, dan permasalahan ini adalah peringkat kedua setelah permasalahan yang pertama.Adajuga penyebab yang kedua adalah ketidak siapan mental untuk berubah, sebagaimana dikatahui bahwa KAMMI adalah gerakan dakwah yang nota bene adalah calon calon da’i/mubaligh. Maka dengan konsepsi pandangan tersebut sudah barang tentu membutuhkan kepribadian yang kuat, istiqomah dan bermental baja, tidak sedikit memang kader yang mundur lebih dikarenakan malu karena mereka sudah memiliki dambaan hati (kekasih),mereka malu karena mereka merasa bersalah karena mereka suka melakukan hal-hal yang dalam kacamata keyakinan mereka sendiri disadari bahwa itu adalah sebuah kemaksiatan terlepas apakah kadarnya wajar menurut kebanyakan maupun melebihi kewajaran itu sendiri semisal suka berjalan bersama dengan selain mahram dan yang semisalnya…….. bersambung

KAMMI : Antara Peluang dan Tantangan

(Oleh : Endin Surya Solehudin )

Tidak terasa hampir sudah lima tahun (2004-2009) saya berkecimpung didunia ke-KAMMI-an, tidak terasa pula sudah tiga kepengurusan yang pernah saya lalui dan lewati bersama KAMMI, kini saya pun masih salah seorang kadernya. Dulu ketika awal masuk kuliah tidak terbayangkan sedikitpun kalau saya akan bergabung bersama teman-teman bersama KAMMI.dulu masuk organisasi ini dikarenakan ketidak sengajaan dimana pada awalnya saya tidak begitu reflek dengan kader-kader dakwahnya-mungkin hal ini dikarenakan beberapa factor dimana diantaranya beberapa kadernya terlalu eklusif namun kurang memasyarakat dalam lingkungan kampus terkhusus para kader akhwatnya, terlalu kaku dalam bergaul, dan juga terlalu menusuk hati konsep gerakan perekrutannya semisal selalu membawa bawa totalitas keislaman yang oleh sebagian mahasiswa dipandang terlalu utopis dan sinis. Selang beberapa bulan ternyata ada seorang teman (Ustad Dede Farhani namanya) mengajak saya untuk menghadiri sebuah acara diskusi di mesjid Agung Tasikmalaya waktu itu, namun betapa heran dan kagetnya tatkala forum diskusi itu malah menjurus kepada hal-hal yang berbau introgasi. Kebetulan waktu itu Akh. Dani Mulyana yang mengintrogasi saya terlebih soal pertanyaannya kebanyakan tentang gerakan dakwah mahasiswa dan tentunya ke-KAMMI-an, namun karena kepalang basah sayapun akhirnya mengikuti arus saja meski dalam hati adanya ketidak klopan terhadap beberapa segi (seperti contoh kasus imej negative diatas).

Waktupun berlalu dan pada akhirnya sayapun mengikuti Daurah Marhalah satu yang bertempat di Cigeureung masih di Tasikmalaya dan selang beberapa hari sayapun dinobatkan menjadi kader KAMMI yang sah, beberapa minggu kemudian karena waktu itu belum ada struktur ke-KAMMI-an khususnya komsat maka dikumpulkanlah beberapa kader yang masih aktif paska DM untuk menduduki kepengurusan komsat dimana waktu itu yang hadir Cuma sekitar enam orang (Akh. Maulana Jannah, Fikri, Ade Sunandar, Haer Somantri, Saya dan tanpa kehadiran akhwat satupun). Sayapun waktu itu sempat keheranan bahwa mengapa organisasi ini parah sekali dimana forum penting seperti tidak pada hadir, namun konon katanya kaadaan seperti ini sudah terbiasa terjadi dalam dinamika organisasi. Pada akhirnya stukturpun dibentuk dimana akh. Ade ditunjuk sebagai ketua komsat {masih system tunjuk karena pada tidak mau } dan kebetulan waktu itu saya sendiri dipercaya sebagai staf bidang kaderisasi bagian data base kader, meski pada awalnya pesimistis namun pada akhirnya sedikit demi sedikit faham juga mengenai dinamika kader KAMMI yang sedang berjalan dan berkembang pada saat itu {mungkin karena suka mendata kader jadi tahu mana yang aktif dan tidak berserta alasannya}……..bersambung…

Pelantikan dan Dialog Publik KAMMI : Membangun Indonesia Presfektif Kearipan Lokal

Alhamdulillah pada hari Sabtu tanggal 21 Februari 2009 bertempat dipendopo Kabupaten Tasikmalaya, KAMMI Daerah Tasikmalaya telah melakukan dua kegiatan langsung yaitu acara pelantikan dan juga Dialog Publik. Acara pelantikan alhamdulillah berjalan dengan lancar dan alhamdulillah bisa dihadiri oleh perwakilan KAMMI Pusat dimana dalam hal ini diwakili oleh Akh.Zuliyanto,S.E , adapun acara dialog public yang pada awalnya akan dihadiri oleh empat nara sumber dari para caleg DPR RI namun pada akhirnya hanya dihadiri oleh dua caleg saja dan satu nara sumber tambahan dan satu moderator. Sebagai nara sumber pertama sekaligus tambahan yaitu oleh akh.Zuliyanto,S.E selaku perwakilan dari KAMMI Pusat dimana beliau memberikan pemaparan tentang kearipan local prespektif sudut pandang mahasiswa yang dimana dalam konsep mahasiswa ada dua analogi paradigma yang mesti bisa diseimbangkan yaitu antara aktivis mesjid (spiritualitas keagamaan ) dan aktivis kampus (intelektualitas kenegaraan). Adapun nara sumber kedua yaitu Ustad.KH. Hilman Rosyad Syihab Lc dari praksi PKS (caleg DPR RI No Urut 3) Nara sumber ketiga adalah Bapak DR.H.Ade Komaludin, S.E dari praksi PAN (caleg DPR RI No Urut 4) adapun yang terakhir sebagai moderator dipimpin oleh Bapak Ir.Dudung ZA, MT yang sekaligus pimpinan Yayasan Cerdas Bangsa dan juga PNS di Pekerjaan Umum Pusat. Acara pelantikan dibuka oleh Bapak Wali Kota Tasikmalaya yaitu Bapak Drs.H.Syarif Hidayat, M.Si dan diakhiri oleh forum diskusi/curhat antara KAMMI Daerah dengan KAMMI Pusat terkait isu-isu kedaerahan itu sendiri. Sekitar pukul 15.00 Sore peserta membubarkan diri setelah adanya evaluasi singkat dari panitia kegiatan. Adapun jumlah peserta tamu undangan yang hadir pada acara tersebut diperkirakan sekitar 350 peserta.

Dakwah Kultural dan Struktural Mahasiswa

Definisi Dakwah : Menyeru, Mengajak kepada amar ma’ruf dan nahyi munkar

Tujuan :

Tauhid secara prinsip dimaknai sebagai penegasan ketergantungan kita atas segala kekuatan selain Allah. Menempatkan dunia dan segala isinya sebagai sarana, bukan tujuan.

“sebuah konsep tidak akan terjadi tanpa adanya terlebih dahulu” ibnu sina

Berdasarkan masuk tidaknya ke sistem ada, dakwah bisa dibagi menjadi dua:

  1. Struktural
  2. Kultural

Tujuan mengklasifikan ini bukan untuk memisahkan dakwah tapi untuk memetakan dan mencari solusi dari tiap permasalahan dakwah

Konsep dakwah cultural

  • Dakwah yang mengutamakan penanaman nilai, kesadaran, kepahaman ideologi dari sasaran dakwah.
  • Ciri :
    • Menggunakan dalil dan ayat al-quran
    • Lebih menekankan pemahaman , persuasif terhadap sasaran dakwah agar sasaran dakwah melakukan amar maruf dan nahyi munkar
    • Tidak mengharuskan sang dai masuk ke system

Contoh :

  • Tarbiyah
  • Dakwah dengan menggunakan ta’lim dsb
  • Lembaga yang merepresentasikan LDK dengan syiarnya, KAMMI dengan pengmasynya.
  • Tingkat Hizb : – IM indonesia dengan kultur tarbiyahnya

Konsep dakwah structural

  • Dakwah yang lebih menekankan kondisi agar apa yang menjadi tujuan dakwah tercapai
  • Ciri :
    • Menggunakan rasionalisasi akal dari pada dalil
    • Lebih menekankan pemaksaan dan kondisi sehingga sang mad’u belum tentu memiliki keadaran
    • Mengharuskan sang dai masuk ke struktur

Contoh :

· Ikhwah di Struktur kampus membuat kebijakan untuk mencegah acara yang berbau maksiat Misal membuat jam malam dsb

· KAMMI Aksi untuk memaksa pemerintah menangani kasus korupsi

Bersambung…………………..

Tentang Islahul Hukumah

Di tanah air yang merdeka itu tertegak negara Islam yang bebas mengamalkan hukum-hukum Islam, menerapkan sistim sosial Islam, memproklamirkan prinsip-prinsip yang lurus, dan menyampaikan dakwahnya yang bijak kepada umat manusia. Apabila negara seperti itu tidak berdiri, maka seluruh kaum muslimin berdosa dan akan bertanggung jawab di hadapan Allah swt. atas kelalaian mereka dalam menegakkannya dan sikap diam mereka dari mewujudkannya.

Sungguh, kedurhakaan terhadap kemanusiaan dalam situasi yang tidak menentu sekarang, jika tertegak negara yang mengumandangkan prinsip-prinsip zhalim, menyerukan seruan kezhaliman, tetapi tidak ada orang yang berupaya menegakkan negara yang haq, adil, dan sejahtera.

(Risalah bainal amsi wal yaum).

Sehingga menjadi pemerintahan yang benar-benar Islami. Dengan begitu ia dapat melaksanakan tugasnya sebagai pelayan umat dan bekerja untuk kemaslahatan mereka. Pemerintah Islam adalah pemerintah yang anggota-anggotanya terdiri dari kaum muslimin yang menunaikan hal-hal yang diwajibkan oleh Islam, tidak melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan, dan menerapkan hukum-hukum Islam serta ajaran-ajarannya.

Ciri-cirinya:

1. Rasa tanggungjawab

2. Kasih sayang kepada rakyat

3. Adil terhadap semua orang

4. Menjaga diri (iffah) dalam menggunakan harta negara

5. Hemat dalam penggunaannya

Kewajibannya:

1. Menjaga keamanan

2. Melaksanakan undang-undang

3. Menyebarluaskan pengajaran

4. Menyiapkan kekuatan

5. Memelihara kesehatan

6. Melindungi kepentingan-kepentingan umum

7. Mengembangkan kekayaan alam dan menjaga harta

8. Mengokohkan moralitas

9. Menebarkan dakwah.

Haknya bila ia menunaikan kewajiban-kewajibannya :

1. Mendapatkan loyalitas dan ketaatan,

2. Bantuan harta dan tenaga (jiwa) dari masyarakatnya.

Namun bila ia mengabaikan kewajibannya,

1. Maka ia berhak mendapatkan nasihat dan bimbingan.

2. Kemudian (bila tidak ada perubahan) adalah pemecatan dan dikucilkan. Karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam mendurhakai Pencipta SWT. (Risalah At-Ta’alim)

Makna Istirahat bagi Aktivis Dakwah (Sebuah Refleksi Untuk Aksi)

Oleh: Syamsudin Kadir ( Ketua Departemen Kaderisasi KAMMI Daerah Bandung Periode 2007-2008 )

”Kesabaran adalah kemenangan dan kesabaran adalah himpunan semua makna keberanian, keteguhan, kejujuran, tekad, wawasan jauh ke depan” (Ust. Rahmat Abdullah)

”Izinkan saya untuk mengakhiri amanah ini, karena ada keperluan lain yang lebih penting. Saya tidak bermaksud melarikan diri dari amanah besar ini, tapi kondisi lain adalah alasan yang paling mendasar untuk dijadikan alasan tidak bisa meneruskan amanah ini; semoga ikhwah semua mengerti dan paham dengan kondisi saya”. Begitulah pesan singkat (SMS) yang dikirimkan oleh seorang kader aktivis gerakan pemuda islam di akhir April 2008 kepada beberapa orang pengurus organisasinya. Beberapa waktu kemudian, tepatnya bulan Mei 2008, muncul SMS baru, ”Akhi, saya keluar dari organisasi ini. Terima kasih, jazakallah!” SMS-SMS seperti ini sudah sering terjadi di kalangan aktivis gerakan, khususnya gerakan dakwah. Tidak semuanya salah, tetapi SMS-SMS seperti ini cukup menghebohkan.

Dakwah memang selalu menawarkan banyak hal. Ada kepenatan, kelelahan, keletihan, dan kelemahan. Jalan dakwah selalu menawarkan proposal kepada aktivisnya. Ada ujian ketidaksabaran, cepat lelah, mudah putus asa bahkan mudah untuk berpindah jalan. Tidak mudah memang, tetapi begitulah dakwah ini memberi kita tantangan. Di mana semuanya dituntut untuk membawa bekal, semacam keikhlasan, totalitas dan kesabaran.

Filosofi Istirahat Para Aktivis Dakwah

Aktivis dakwah, idealnya merupakan nama harum bagi hari-hari kita zaman ini. Karena istilah ini dibangun di atas fakta-fakta yang berakar dalam ke masa lalu, ketika dakwah ini bermula. Di gubug-gubug gang sempit lahirnya. Berpeluh di kendaraan umum dalam rute-rute panjang aktivisnya. Menapak jalan-jalan kota, desa dan perkampungan tanpa uang dan sepatu bahkan para aktivisnya. Mengorbankan nikmat tidur untuk agenda dakwah dengan pulang dalam keadaan lelah tanpa digaji dan dibayar. Memberikan seluruh tenaga, pikiran dan kesempatan untuk mengisi acara-acara pengkaderan di atas rasa lelah, lapar dan dahaga. Haus dan lapar jadi kata yang sering dieja oleh kamus hidup para pengusungnya. Jauh dari hingar bingar sanjungan dunia dan manusia. Semua itu terjadi karena mereka menggantinya dengan kesenangan menghirup sepuas hati telaga Al Qur’an, dakwah serta filosofi perjuangan para nabi dan para sahabat di masa lalu.

Keikhlasan yang ’naif’ Nabi Ibrahim yang rela –demi melaksanakan perintah Allah- meninggalkan isteri dan anaknya di lembah yang tak bertanaman di dekat rumah Allah yang dihormati (Qs. Ibrahim: 37) menghasilkan bukan hanya turunan nasab yang konsisten, tetapi juga turunan fikroh yang militan. Begitulah perjuangan dakwah jika dilalui dengan penuh kesabaran, keikhlasan dan totalitas.

Ibnu ’Umar ra, tokoh sahabat yang terkenal sangat waro’, pernah ditanya, ”apakah para sahabat Rasulullah dahulu tertawa?” Pertanyaan sederhana, tapi menyiratkan kebutuhan informasi yang akurat tentang karakter sebuah generasi terbaik. Ibnu ’Umar ra pun menjawabnya dengan jawaban seobjektif mungkin, ”Ya, mereka tertawa, tapi iman di dada mereka laksana gunung.” Begitu jawaban Ibnu ’Umar ra. Perhatikan, apa yang melatarbelakangi pertanyaan kepada Ibnu ’Umar ra tersebut. Para sahabat adalah kumpulan manusia pemilik keberanian dan pengorbanan yang tak ada bandingnya. Orang yang bertanya pada Ibnu ’Umar ra, tertarik untuk menanyakan sisi kemanusiaan generasi terbaik itu. Dan ternyata, begitulah jawaban Ibnu ’Umar ra. Singkat, padat dan dalam maknanya.

Para sahabat terkenal sangat giat dalam beramal. Umar ra bahkan mengatakan, ”Aku sangat benci melihat seorang kalian yang menganggur, tidak melakukan amal dunia dan tidak melakukan amal akhirat.” Hari demi hari yang mereka lalui selalu bermakna peningkatan dan pengembangan dari sebelumnya. Ibrahim al Harbi pernah menceritakan perihal iman generasi Tabi’in, Ahmad bin Hambal. ”Aku telah hidup bersama Ahmad bin Hambal 20 tahun. Selama musim kemarau dan hujan, musim panas dan dingin. Aku tak pernah mendapatinya, kecuali ia lebih baik dari hari kemarin.” (Manaqib Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu Jauzi, hal. 140)

Meski demikian, para sholihin itu tetap berada di tengah-tengah, antara kekerasan dan kelembutan, antara disiplin bekerja dan istirahat. Seperti juga Rasulullah SAW. menyifatkan dirinya dengan istilah ’adhahuuku al-qattal’, orang yang gemar tertawa tapi juga gemar berperang.

Senyum sebagai bagian dari peristirahatan dan kelembutan, dalam pandangan mereka, bahkan menjadi salah satu sifat istimewa manusia yang tak dimiliki binatang. Ibnu Taimiyah mengulas hal ini dengan uraian menarik: ”manusia itu hewan yang bicara dan bisa tertawa. Tak ada yang membedakan manusia dengan hewan, kecuali sifat-sifat kesempurnaan. Sebagaimana bicara menjadi salah satu sifat-sifat kesempurnaan manusia, demikian juga tertawa. Maka jika yang bicara itu lebih sempurna dari yang tidak bicara, begitu pula yang tertawa itu lebih sempurna dari yang mampu tertawa”. (Fatawa Ibnu Taimiyah 6/121).

Kita perlu istirahat. Jiwa, fisik, akal bahkan ruh kita butuh istirahat. Yang perlu diingat, peristirahatan itu bisa bermanfaat dengan dua syarat. Pertama, dilakukan dalam waktu sementara dan temporal. Kedua, tidak keluar dari batas-batas yang dibenarkan oleh syari’at. Melanggar kedua syarat ini berarti substansi peristirahatan akan hilang atau bahkan memunculkan akibat kebalikannya. Karena tanpa kehati-hatian, peristirahatan dan sebuah jedah bisa berubah menjadi kelemahan, kemalasan, bahkan keterjerumusan pada tipu daya syaitan. Peristirahatan, harus tetap patuh pada aturan syari’at.

Canda misalnya, tidak boleh dicampur dengan dusta. Peristirahatan, hanya variasi hidup yang penting dari rutinitas. Ia juga ibarat garam dalam makanan. Penting tapi tidak boleh berlebihan. Tokoh Ulama Kuawait, Syekh Jasim Muhalhil mengistilahkan hal ini dengan ”waktu turun minumnya seorang pejuang”, yang akan mengembalikan stamina atau menghidupkan tenaga yang lebih besar dari sebelumnya. Hasan Al Banna menyebutnya dengan ungkapan: ”Mujahid sejati adalah yang tidak tidur sepenuh kelopak matanya, dan tidak tertawa selebar mulutnya”. Itulah makna peristirahatan dan perhentian hakiki. Ya, ”hiburlah jiwa kalian, sesaat bareng sesaat. Karena jiwa itu bisa berkarat, seperti besi yang bisa berkarat”, kata Ali bin Abi Tholib ra.

Keta’atan dari Sebuah Ujian Idiologi

Kalau boleh kita mau belajar ada kisah menarik yang disajikan Al-Quran seputar persiapan peperangan Thalut dalam menghadapi pasukan Jalut. Persiapan itu berupa ujian Allah yang akhirnya menyeleksi siapa yang bisa terus berjuang, dan siapa yang lemah. Siapa yang ta’at dan siapa yang tidak ta’at terhadap komando kepemimpinannya.

Thalut berkata kepada pasukannya, “Sesungguhnya Allah menguji kalian dengan sungai. Siapa yang meminum airnya, maka ia bukan pengikutku. Kecuali mereka yang meminum dengan seciduk tangan.” Itulah di antara isi dari surah al-Baqarah ayat 249.

Perhatikan apa yang dikecualikan Thalut terhadap sungai itu. “Kecuali, meminum dengan seciduk tangan.” Seciduk tangan adalah ukuran wajar yang dibutuhkan seorang mu’min yang aktivis, dan juga seorang manusia untuk bisa tetap bertahan hidup. Ukuran yang tidak akan menggiring orientasi perjuangan kearah tempat baru yang melenceng dari cita-cita sejati.

Mungkin, ada banyak angan-angan yang menerawang diangan-angan di benak pasukan Thalut: “Apa salahnya kalau kita nikmati kesejukan air sungai sebanyak-banyaknya, agar daya perlawanan bisa lebih kuat. Apa salahnya memanfaatkan air sungai, agar modal perjuangan bisa lebih mapan. Dan seterusnya”, diangan mereka.

Tapi, logika perjuangan memiliki logika yang lain. Siapa yang hatinya ‘tenggelam’ dengan keindahan sungai, orientasinya perjuangannya akan melenceng. Ketegasan dan kewajaran terhadap keindahan sungai juga bisa membentengi terhadap masuknya langkah-langkah setan.

Dan ini yang akhirnya terbukti. Mereka yang berpuas-puas dengan fasilitas sungai yang begitu menggoda dalam jalan perjuangan, keberaniannya menjadi susut, fisiknya melemah. Karena perutnya kekenyangan. Dan satu hal yang lebih penting:”Kedekatan dan ketawakalannya kepada Allah seolah menguap bersama menguapnya keikhlasan dalam berjuang”.

Ayat lain mengisyaratkan hal yang sama. Dalam surah At-Taubah ayat 34, Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah….”

Para mufasirin mengambil pelajaran. Seruan ‘hai orang-orang beriman’ dalam ayat di atas, menjadi pengingat bahwa perilaku dan karakter para tokoh agama Yahudi dan Nasrani dalam soal keuangan bisa tertular di kalangan tokoh dan aktivis Islam. Karena itu, berhati-hatilah terhadap godaan dan tarikan uang.

Hal inilah yang Allah ajarkan kepada para Nabi dan Rasul dalam menunaikan misi dakwah. Para Nabi dan Rasul mengatakan, “Aku sama sekali tidak meminta upah dari kalian. Upahku hanya kuharapkan dari Allah, pencipta dan pemilik alam raya ini.”

Boleh jadi, ujian Allah untuk para aktivis Gerakan Islam saat ini, jauh lebih berat dari apa yang pernah dialami pasukan Thalut. Karena saat ini, ’sungai’ kemewahan kehidupan tidak hanya satu. Ada di depan, di samping, kanan, kiri, atas dan bawah. Semuanya melambai-lambai untuk menawarkan ‘kerjasama’, ‘sinergi’, ‘partnership’ dalam perjuangan Islam.

Banyaknya aktivis Islam ekstra kampus yang merapat dan masuk kedalam wadah politik praktis, secara tidak sadar sebetulnya telah mencederai dan memberikan image bahwa kini tidak ada lagi konsep indevenden dalam sebuah gerakan dan selain itu juga telah memberikan asumsi bahwa kini tidak ada lagi gerakan murni yang ada adalah gerakan kepentingan baik itu sesaat dan bersifat kondisional maupun dalam kontek berkesinambungan.

Tidak sedikit kader-kader aktivis dakwah berlomba-lomba memasuki politik praktis gerakan, meski diakui mungkin disatu sisi memang sangat baik dalam rangka menguji dan mengasah konsep gerakan yang selama ini menjadi flatform, kredo atau apapun itu namanya. Namun yang terkadang tidak disadari adalah objektifitas karakter yang cenderung tergadaikan, senderung berbau kepentingan kekuasaan. Entahlah apa yang menjadi ambisi niat itu sendiri…, padahal kalau boleh mau belajar terhadap tokoh tokoh ulama besar pada jaman Imam Madzhab misyalnya akan kita temukan bahwa semudah dan seindah momentum itu ada serta semampu apapun kemampuan kita dengan berbagai disiplin ilmu namun ternyata tidak lantas menjadikan momentum itu mesti harus diisi dan direbut secara sporadis. Maka benar adanya Firman Allah yang mengatakan bahwa ‘’ tidak mesti semuanya pergi berperang namun mesti ada sebagian yang memperdalam ilmu ilmu agama dilain sisi….’’. Adapun dalam kontek kekinian hampir tidak ditemukan lagi ulama-ulama kapabel yang indevenden seperti halnya para Imam Madzhab sehingga sungguh sangat sulit untuk dijadikan referensi pencitraan yang terbebas dari konplik kepentingan. Kita berdoa semoga saja masih ada ulama ulama yang masih totalitas konsekuensinya terhadap amanah Ilahiyah meski tanpa harus mengorbankan kepentingan sesaat.wallahu’alam

DM 1

ssa50048

Terlihat Sebahagian para kader akhwat KAMMI sedang berpose didepan Mesjid Besar Abu Dzar di Pagerageung yang diselenggarakan oleh Komisariat Arrantisi (UNSIL)